Resensi Novel Laut Pasang 1994
Resensi Novel Laut Pasang 1994
JUDUL BUKU : ” LAUT PASANG 1994 ”
PENULIS : Lilpudu
TEBAL BUKU : 328 halaman
PENERBIT : Akad x Tekad
TAHUN TERBIT : 14 Mei 2023
SINOPSIS
Novel “Laut Pasang 1994” merupakan kisah yang terinspirasi dari peristiwa tsunami yang terjadi di Banyuwangi, Jawa Timur pada tahun 1994. Cerita ini menggambarkan kehidupan sebuah keluarga besar di Banyuwangi pada tahun 1988, yang terdiri dari tujuh bersaudara laki-laki, bapak, ibu, dan kakek (Simbah).
Bapak dalam keluarga ini merupakan seseorang yang bisa membuat mereka merasa lengkap dan bahagia, sangat menyayangi anak-anaknya serta bertanggung jawab penuh atas keluarganya. Namun, bapak memiliki keburukan yang sulit dihilangkan, seperti sering kali jajan (main perempuan), bermain judi, dan bahkan minum-minum di rumah. Ibu dalam keluarga ini memiliki riwayat TBC, dan mati-matian menahan rasa sakit dihatinya melihat perilaku bapak yang sebenarnya tanpa sepengetahuan anak-anak.
Semenjak ibu meninggal , perilaku bapak berubah drastis. Ia menjadi sosok yang egois, tidak mau kalah, dan selalu merasa bahwa anak-anaknya selalu salah. Bapak sering tidak pulang ke rumah, anak-anak pun hanya tinggal bersama Simbah. Bapak akan pulang ke rumah ketika emosinya sedang meluap-luap, dan menumpahkan semuanya pada anak-anak yang bahkan sama sekali tidak pantas untuk dijadikan samsak tinju.
Untungnya, masih ada kakek yang sangat sabar dan selalu memberikan semangat serta arahan kepada cucu-cucunya. Meskipun perilaku bapak sangat keterlaluan, anak-anaknya selalu mengingat pesan terakhir yang ibu berikan untuk tidak membenci bapak dalam keadaan apapun.
uatu hari, terjadi gempa bumi yang cukup kuat. Bapak yang biasanya tidak pernah cemas menjadi khawatir dengan keadaan anak-anak di rumah. Bapak pulang ke rumah hanya untuk memastikan keadaan anak-anak. Namun, karena ketakutan anak-anak terhadap bapak yang sering memarahi mereka, lagi-lagi bapak gagal mengendalikan dirinya dan meninggalkan rumah dengan cepat.
Suatu hari, terjadi gempa bumi yang cukup kuat. Bapak yang biasanya tidak pernah cemas menjadi khawatir dengan keadaan anak-anak di rumah. Bapak pulang ke rumah hanya untuk memastikan keadaan anak-anak. Namun, karena ketakutan anak-anak terhadap bapak yang sering memarahi mereka, lagi-lagi bapak gagal mengendalikan dirinya dan meninggalkan rumah dengan cepat.
Setelah tsunami menyapu seluruh kota, hanya bapak, Khalid dan Dewangga yang selamat. Mereka mencari jasad Apta yang belum ditemukan hingga dua hari setelah kejadian. Mereka merasa sangat sedih kehilangan banyak anggota keluarga, terutama karena jasad Apta yang belum ditemukan. Mereka pergi ke tepian pantai dan melihat air laut yang masih bergemuruh sangat berisik. Khalid merasa terpukul dan berharap laut mengembalikan Apta. Bapak mencoba menenangkan anak-anaknya dan memeluk mereka.
Kisah ini menggambarkan perjuangan keluarga dalam menghadapi tragedi dan kehilangan yang mendalam, yaitu menghadapi perubahan dalam dinamika keluarga mereka sendiri. Meskipun mengalami banyak kesulitan, keluarga ini tetap bersatu dan mencoba untuk bangkit dari keterpurukan. Mereka belajar untuk saling memaafkan dan menguatkan satu sama lain dalam menghadapi cobaan hidup. Melalui cerita ini, pembaca akan diajak untuk merenungkan tentang pentingnya hubungan keluarga, bagaimana cinta dan dukungan dari orang terdekat dapat membantu mengatasi kesulitan, dan bagaimana menghadapi masa-masa sulit dalam kehidupan.
Kelebihan
Ceritanya sangat menguras perasaan dan emosi, seolah-olah pembaca ikut serta dalam peristiwa tersebut. Penulis novel ini berhasil membawa para pembaca untuk berimajinasi.
Terdapat banyak pelajaran hidup, salah satunya yaitu mengajarkan tentang kasih sayang persaudaraan, rasa ikhlas, dan rasa penyesalan.
Kekurangan
Alur cerita yang digunakan ialah alur campuran atau maju mundur. Apabila para pembaca yang belum terbiasa dengan alur tersebut akan merasa sedikit kesulitan untuk memahami isi cerita.