Merindu Baginda Nabi

 

RESENSI BUKU

 

IDENTITAS BUKU

 

Judul Buku                    :  Merindu Baginda Nabi

Penulis                           :  Habiburrahman El Shirazy (Kang Abik)

Editor                              :  Syahruddin El-Fikri

Desain Cover               :  Abdul Basith El Qudsy

Lay out                           :  Sarjono

Tahun Terbit                :  Cetakan Pertama, April 2018

Jumlah Halaman         :  176 halaman

Ukuran Buku                :  13,5 x 20,5 cm

Genre                             :  Novel, Religi

Penerbit                        :  Republika Penerbit

Harga Buku                   :  Rp. 48.000 (Harga Pulau Jawa)

 

SINOPSIS BUKU

 

Buku ini menceritakan kisah seorang anak yang ketika masih bayi diletakkan dalam kardus dan dibuang di tempat sampah oleh orangtuanya. Kemudian bayi tersebut ditemukan oleh seorang nenek bernama Mbah Tentrem yang kesehariannya menjual nasi pecel. Ketika nenek tersebut meninggal, bayi tersebut diserahkan kepada Pak Nur dan Bu Salamah untuk dirawatnya. Anak tersebut kemudian diberi nama Syarifatul Bariyah atau biasa disapa Rifa.

Sepeninggal Mbah Tentrem ia sempat menitipkan rumah dan tanahnya kepada Pak Nur untuk diwakafkan kepada anak-anak yatim dan anak-anak terlantar seperti Dipah (nama yang diberikan oleh Mbah tentrem dengan arti “ditemuningsampah”). Pak Nur dan Bu Sal akhirnya mendirikan sebuah panti asuhan dan pesantren untuk anak yatim dan dhuafa. Mereka jugalah yang menjadi pengasuh utama panti asuhan dan pesantren. Rifa pun tumbuh menjadi gadis cerdas, ramah dan rendah hati lalu menjalani takdirnya dengan banyak keajaiban dan pertolongan Allah. Rifa sangat merasa bersyukur atas didikan orang tua angkatnya yang sederhana dan zuhud.

Beragam konflik yang muncul dalam novel ini, yaitu seputar kehidupan Rifa dan keluarganya. Mungkin Rifa berasal dari ketidak beruntungan nasib, tapi takdir Allah tetap yang terbaik. Rifa pada akhirnya memiliki banyak teman yang punya semangat belajar tinggi, dicintai tetangga dan anak-anak panti asuhan bahkan mempunyai kesempatan menjejakkan kaki di Amerika dalam pertukaran pelajar. Konflik muncul ketika Rifa mendapat kesempatan untuk pertukaran pelajar di Amerika. Rivalnya, Arum merasa tidak terima lalu melakukan banyak hal untuk melampiaskan kecemburuannya dengan maksud akan mencelakai Rifa. Namun Rifa selalu ingat kata abahnya yang berpesan agar selalu berjiwa ksatria dan sportif untuk menjadi yang terbaik. Rifa sama sekali tidak ingin membalas Arum dengan kebencian pula. Justru kebaikan Rifa disalah artikan ditambah sahabat Arum menghasut Arum untuk lebih membenci Rifa. Digambarkan sebagai peran antagonis, Arum dan sahabatnya yang bernama Tiwik, pada akhirnya mereka mendapat ganjaran.

Selain Rifa, tokoh yang diceritakan dalam novel ini adalah Pak Nur, ayah angkat Rifa yang sangat mencintai Baginda Nabi Rasullullah SAW. Setelah menunda beberapa kali keinginannya untuk umrah ke tanah suci karena beliau lebih mementingkan kebutuhan dan keperluan panti asuhan yang dipimpinnya,  Pak Nur pada akhirnya melaksanakan umrah dengan Bu Salamah. Merek berziarah ke makam nabi. Keduanya umrah dengan uang yang susah payah beliau kumpulkan sendiri dari usaha bakso setelah selama ini uangnya mereka kebanyakan untuk membiayai ponpes yatim dhuafa. Allah mengijabah doa Pak Nur dan Bu Salamah bahkan Pak Nur diizinkan melepaskan rindu kepada “kanjeng nabi” dengan menetap disana. Beliau meninggal di tanah Madinah seperti Rasul.

Di akhir cerita, Rifa akhirnya bisa meneruskan pendidikannya dengan kuliah di Muenchen, Jerman atas rekomendasi salah satu professor yang mengajar di Universitas ternama tersebut. Selain itu, Rifa pun bisa mengobati kerinduan untuk sowan kepada Rasulullah SAW dan menziarahi kabur abahnya di Madinah dengan umrah bersama ummi dan guru terbaiknya di masa SMA.

 

KELEBIHAN BUKU

 

Dalam novel Merindu Baginda Nabi ini  banyak sekali pelajaran yang bisa diambil. Para pembaca diajak mengambil kebaikannya secara instan dan mudah. Melalui nasihat langsung dari seorang ayah ke anak, antar teman, guru ke murid dan banyak lagi. Hampir semua nasihat dan pengajarannya disampaikan secara gamblang tanpa kesan eksplisit sehingga pembaca tidak diberi kesempatan membayangkan makna bagi diri sendiri. Penggambaran setting dan suasananya yang lebih banyak di kota Malang diceritakan dengan jelas.

Dalam ceritanya pun sangat menarik dan tidak membosankan pembaca, dan tidak berbelit-belit. Dan di salam suatu babnya juga diceritakan dampak dari bahayanya menonton film pornografi. Intinya dalam novel ini banyak pengetahuan,motivasi,pelajaran yang dapat kita ambil di dalam cerita novel ini.

 

 

KEKURANGAN BUKU

 

Pada bagian halaman-halaman terakhir buku ini pencetakannya kurang baik, karena ada beberapa halaman yang tulisannya tercetak miring atau tidak simetris, sehingga terkesan kurang rapi.

 

 

 

Dwi Handayani