Madilog

Identitas Buku

Judul Buku  : Madilog

Penulis        : Tan Malaka

Penerbit       : Penerbit Narasi

Cetakan       : 5, 2016

Tebal Buku  : 568 halaman

Berat            : 600 gram

Harga Buku  : Rp. 120.000

Sinopsis

Bangsa Indonesia memandang bahwa apa yang terjadi di dunia ini dipengaruhi oleh kekuatan keramat di alam gaib. Cara pandang ini, disebut oleh Tan Malaka sebagai “logika mistika”. Logika ini melumpuhkan karena ketimbang menangani sendiri permasalahan yang dihadapi, lebih baik mengharapkan kekuatan-kekuatan gaib itu sendiri. Karena itu, mereka (masyarakat Indonesia) mengadakan mantra, sesajen, dan doa-doa. Madilog hadir dalam upaya merevolusi paradigma tersebut. Madilog adalah sebuah akronim dari Materialisme, Dialektika, dan Logika yang merupakan titik pokok buku ini.

Pertama, Materialisme,  pada awalnya merupakan peninggalan pikiran dari Karl Marx dan sahabatnya, Friedrich Engels. Karl Marx terkenal sebagai bapak dialektis materialism dan surplus value, yakni nilai-lebih yang dihasilkan oleh buruh, tetapi dimiliki oleh kapitalis. Engels, pendiam, di belakang layar, selal berdiri di belakang kawannya Marx, tetapi setia dan jujur, meneruskan mengarang “Das Capital” yang belum habis ditinggalkan Marx karena meninggal(hal.52). Materialisme adalah sebuah paham dalam filsafat yang menyatakan bahwa hal yang dapat dikatakan benar-benar ada adalah materi. Materialisme lebih mengedepankan pada panca indra ketimbang insting ataupun kepercayaan dalam menerima dan mencapai suatu ilmu.

Logika berarti pertimbangan akal pikiran yang diutarakan lewat kata dan dinyatakan dalam bahasa atau singkatnya adalah ilmu tata cara berpikir. Logika adalah ilmu yang menentukan keadaan suatu materi dalam dua pilihan, ya atau tidak, mati atau hidup, tinggi atau pendek dan sebagainya. Madilog mengajak kita menelusuri bagaimana Tan Malaka mengenalkan prinsip logika dasar yang sampai saat ini kita kenal seperti Conversion(Pembalikan), Obversion(Perlipatan), dan Syllogism.

Dialektika, menurut Hege, menyatakan tidak ada satu kebenaran yang absolut berlaku. Andaikata logika diibaratkan sebagai sebuah keadaan 0 dan 1, maka dialektika adalah keadaan diantara 0 dan 1, yaitu 0,5, 0,67, 0,83, dan sebagainya. Dialektika dipandang sebagai sebuah keadaan antara nilai benar dan salah dalam logika.  Dalam Madilog, Tan Malaka menerangkan unsur-unsur yang membentuk Madilog, antara lain, waktu, pertalian, dan gerakan. Mengambil contoh pada unsur “waktu”, Tan Malaka menjelaskan bagaimana seorang Thomas Alva Edison bisa dikatakan pintar atau bodoh? Kita tahu bahwa Thomas kecil yang berumur 6 tahun dikeluarkan dari sekolahnya merupakan anak yang bodoh. Namun, seluruh dunia sekarang mengetahui Edison yang dewasa adalah pribadi jenius yang berharga bagi dunia karena karyanya.

Tan Malaka melihat kemajuan umat manusia harus melalui tiga tahap : Dari “logika mistika” lewat “filsafat” ke “ilmu pengetahuan” (sains). Selama bangsa Indonesia masih terkungkung oleh “logika mistika” itu, tak mungin ia menjadi bangsa yang merdeka dan maju. Madilog merupakan jalan keluar dari “logika mistika” dan imbauan seorang nasionalis sejati buat bangsanya untuk keluar dari keterbelakangna dan ketertinggalan.

Kelebihan

Madilog mengajak pembaca kepada revolusi paradigma berpikir dari model logika mistika kea rah pemikiran menggunakan logika, dialektika yang mengedepankan rasionalitas dan berpedoman pada metode saintifik sebelum akhirnya sampai pada kesimpulan.

Kekurangan

Gaya tulisan dan beberapa kosakata dalam Madilog mungkin agak susah dicerna bagi pembaca saat ini. Hal ini disebabkan, keterbatasan konsep tulisan berbahasa  dan beberapa kosakata dari bahasa asing yang belum ada padanan katanya di bahasa Indonesia.

Biografi Pengarang

Sutan Ibrahim gelar Datuk Tan Malaka atau lebih dikenal dengan Tan Malaka saja lahir di Nagari Pandam Gadang, Suliki, Lima Puluh Kota, Sumatera Barat, 2 Juni 1897 – meninggal di Desa Selopanggung, Kediri, Jawa Timur, 21 Februari 1949 pada umur 51 tahun. Ia adalah seorang pembela kemerdekaan Indonesia yang berpihak pada golongan sayap kiri bersama dengan tokoh-tokoh Partai Komunis Indonesia. Ia juga pendiri Partai Murba dan merupakan salah satu Pahlawan Nasional Indonesia.

Menjadi seorang pribadi yang begitu pintar di kampungnya, Tan Malaka mendapatkan sokongan dana untuk melanjutkan sekolah menengahnya ke Negeri Belanda. Di negeri inilah, ia berpapasan dengan berbagai macam ideologi yang ada pada saat itu. Selesai pendidikannya di Eropa, ia kembali ke tanah air membawa misi membebaskan rakyat Indonesia dari ketidakadilan pemerintah kolonial. Disini ia menyadari satu hal, yaitu bahwa salah satu penyebab tidak majunya rakyat Indonesia adalah karena cara pandang “logika mistika”. Dari sinilah Madilog muncul.  Madilog adalah sebuah mahakarya paling fenomenal dari Tan Malaka sepanjang hidupnya. Madilog dituliskan saat pelarian dan persembunyian dia dari kejaran tentara Jepang di Cililitan. Penulisan Madilog menghabiskan waktu sekitar 8 bulan.

Saya ingat betul selama membaca buku tersebut terdapat 1 perasaan aneh yang tak bisa digambarkan dengan kata-kata sekalipun. Bagaimana tidak? Kita bisa membayangkan langsung kondisi zaman ketika Tan Malaka menulis magnum opus-nya ini; di tengah kondisi bangsa yang carut marut, masyarakatnya yang tak banyak mengerti tentang ilmu alam, dan masyarakatnya lagi yang sering banyak mengandalkan hal logika mistika dalam menyelesaikan persoalan hidupnya. Sekali lagi, para pembaca, di tengah berbagai kondisi tersebut, Tan Malaka bisa melahirkan karya tersebut. Di saat para founding fathers lain berusaha membangun semangat ideologis bagi rakyat Indonesia, namun Tan malaka malah mengupayakan pentingnya membangun cara berpikir yang baik.